Elang Gumilang, tidak berubah sejak 8 tahun lalu saya mengenalnya, tetap bersahaja. Setiap yang keluar dari mulutnya selalu bermakna. Sudah enam kali saya tidur sekamar dengannya, ketika dulu kami mengisi seminar bareng di berbagai kota. Ngobrol hingga larut malam, mendengar visinya tentang ekonomi Islam yang selalu membuat saya mendengkur duluan. Ilmunya melesat jauh di depan, visinya sudah 100 km ketika saya masih 1 km.

Tiap pagi di kamar dia yang minta ijin sholat Dhuha duluan, khusuk diatas sajadah kecilnya. Sejak remaja sudah menempa hidupnya jualan donat, jualan minyak tanah. Sampai ketika kuliah IPB ia tidak malu jualan lampu di kampusnya. Semua jadi ilmu yang menempa hidupnya.

Elang Gumilang, yang namanya ketika dipanggil sebagai pemenang pertama ajang bergengsi entrepreneur 2007, dia langsung sujud syukur di atas panggung dengan disaksikan 2000 lebih pasang mata pengusaha di JCC. Di usianya yang baru 22 tahun ia sudah berbisnis property dan membangun ratusan rumah sederhana untuk masyarakat bawah di Bogor. 

Ia selalu menganggap dirinya orang kampung. Ketika dulu harus tidur dipinggir sumur, bersebelahan dengan knalpot motor, akhirnya dia sering tidur di masjid agar dapat tempat yang lebih lega. Sekaligus dia bisa mewakafkan waktunya di sela kuliah membersihkan masjid. Obrolan panjang kami berlanjut kemarin siang di kantornya yang megah di pinggiran kota Bogor. 



"Sejak bisnis dulu saya mengandalkan hutang bank konvensional, Mas. bertahun-tahun gak terasa hutang saya 40 miliar. Sebulan saya harus membayar 600 juta ke bank. Hutang pokoknya hanya berkurang sebagian, selebihnya adalah bunga...."

Dia mulai bercerita. Saya mulai memasang frekuensi telinga di radar paling tinggi untuk menangkap semua ceritanya.

"Kita yang terus menggerakkan bisnis ini, susah payah. Tapi ketika kita belum ada penjualan bank tidak mau tahu, kita tetap dipaksa harus membayar. Setiap saya lihat laporan keuangan, hutang saya tidak berkurang banyak, beban bunganya justru makin bertambah," lanjutnya.

"Akhirnya saya memutuskan harus segera meninggalkan riba ini. Mencari cara lain berbisnis tanpa hutang bank."

Proses detailnya gimana, Lang?

"Tidak semua langsung lunas, Mas. Saya pun bertahap. Satu-satu. Pertama: Saya memindahkan hutang saya di Bank Syariah, dengan akad setiap bulan bunganya tidak lebih besar dari pokoknya, dan ternyata bisa, tiap bulan pokok hutang saya terus menurun."

Mmmmm...

"Kedua: Saya mulai fokus menggenjot penjualan rumah saya, Mas. Permintaan juga makin banyak, setiap ada pemasukan langsung buat ngelunasin hutang."

Mmm... Yayaya, terus?

"Ketiga: Karena ijin sudah lengkap, tanah yang di akuisisi juga makin bertambah. Ada tawaran akuisisi proyek dari Sedco Saudi Arabia senilai 270 miliar, Mas. Saya sudah tidak mau melibatkan bank. Lalu saya menerbitkan Sukuk (Obligasi Syariah) senilai 400 miliar. Proyek Perumahan itu bisa senilai dua kali lipatnya kalo jadi nanti. Dan Allah benar-benar mudahkan, Mas. Garuda gabung membeli sukuknya 80 miliar, Pertamina 90 miliar dan lain-lain, sampai total modal 400 miliar terkumpul, hutang saya di bank pun sudah lunas semua."

Wow! Gimana sistem bagi hasilnya, Lang?

"Perjanjian sesuai DSN (Dewan Syariah Nasional) yaitu Sukuk Ijarah (Sewa), 14% dalam tempo 2 tahun. Kalau dengan pajak, biaya2 sekitar 20%. Jadi misal kalau Telkom membeli Sukuk saya 80 miliar, tahun kedua akan mendapatkan 96 miliar."

Kalau misal rugi dan tidak terbayar, Lang?

"Nanti asset dilelang, Mas. Itulah adilnya sesuai syariah. Misal semua asset laku 600 miliar, maka semua pembeli sukuk akan kebagian dari total 400 Milyar + 20%nya = 480 miliar. Sisanya 120 miliar itulah asset perusahaan saya."

Mmmm... Yayaya, saya tambah ilmu lagi.

Saya membolak-balik laporan penilaian asset usahanya yang sudah dibuat dan dilaporkan OJK. Tiga tahun lalu masih di angka 11 digit, tahun ini assetnya sudah tembus 12 digit.

Saya tidak kaget...
Saya tidak iri...

Ini semua sudah seperti yang Elang katakan jauh-jauh hari kepada saya dulu.

Mas, baca deh Quran Surah Ali Imran 26: "Katakanlah: 'Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.'"

"Semua ini milik Allah, Mas. Kerajaan ini milik Allah. Saya hanya mengelola saja. Dan sewaktu-waktu Allah akan ambil jika Allah berkehendak. Ketika saya mantap meninggalkan riba, Allah kasih jalan lain yang lebih baik, asset saya tidak berkurang, justru makin bertambah," lanjut Elang.

Usianya masih 30 tahun sekarang, namun kemantapan pola pikirnya sudah sangat matang.

Ketika godaan kemewahan yang datang melanda, berapa banyak pengusaha yang tergelincir ketika tidak mampu menahan hawa nafsunya.

Kami berjalan keluar, Elang mengajak saya ke lokasi satu perumahannya.

"Ini satu komplek termasuk rumah untuk saya dan keluarga saya, Mas. Itu di sana nanti rumah saya berdampingan dengan bapak ibu. Masjid di tengah kompleks ini senilai 3 miliar akan segera jadi mas. Di sana sudah siap sekolah untuk anak-anak yatim dan duafa. Bagian belakang adalah tempat tinggal mereka. Sekarang 23 orang tinggal di rumah saya, besok kalo sudah jadi bisa menampung 100 anak di sini semua."

Sore menjelang ketika saya belajar pada mantan penjual donat ini. Wajahnya makin matang namun tetap bersahaja. Ternyata sampai sekarang puasa Senin Kamis masih rutin dijalaninya. 

Sebagai pengusaha beromzet ratusan miliar rupiah per tahun, jika dia mau, membeli mobil sport Ferrari atau Lamborghini seharga 8 miliar secara cash pun dia sanggup melakukannya. 


Dia memilih cukup naik Honda CRV ke mana-mana, hanya mobil biasa... yang akan langsung berbelok ke masjid terdekat ketika panggilan adzan terdengar di telinganya. 

*Ditulis oleh Saptuari Sugiharto dan dipublikasikan pertama kali di Facebook Grup Wirausaha Belajar Bersama Saptuari. 







Posting Komentar Blogger

 
Top