SALJU GURUN

Di hamparan gurun yang seragam, jangan lagi menjadi butiran pasir. Sekalipun nyaman engkau di tengah impitan sesamamu, tak akan ada yang tahu jika kau melayang hilang.

Di lingkungan gurun yang serba serupa, untuk apa lagi menjadi kaktus. Sekalipun hijau warnamu, engkau tersebar di mana-mana. Tak ada yang menangis rindu jika kau mati layu.

Di lansekap gurun yang mahaluas, lebih baik tidak menjadi oase. Sekalipun rasanya kau sendiri, burung yang tinggi akan melihat kembaranmu di sana-sini.

Di tengah gurun yang tertebak, jadilah salju yang abadi. Embun pagi tak akan kalahkan dinginmu, angin malam akan menggigil ketika melewatimu, oase akan jengah, dan kaktus terperangah. Semua butir pasir akan tahu jika kau pergi, atau sekedar bergerak dua inci.

Dan setiap senti gurun akan terinspirasi karena kau berani beku dalam neraka, kau berani putih meski sendiri, karena kau… berbeda. 

― Dee, Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade


SPASI

Seindah apapun huruf terukir. Dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda? Dapatkah ia dimengerti bila tak ada spasi? Bukankah kita baru bisa bergerak jika ada jarak? Dan saling menyayang jika ada ruang?

Kasih sayang akan membawa dua orang saling berdekatan. Tapi ia tak ingin mencekik. Jadi ulurlah tali itu. Napas akan melega dengan sepasang paru-paru yang tak dibagi. Darah mengalir deras dengan jantung yang tak dipakai dua kali. Jiwa tidak dibelah. Tapi bersua dengan jiwa lain yang searah.

Jadi, jangan lumpuhkan aku dengan mengatasnamakan kasih sayang.

Mari berkelana dengan rapat, tapi tak dibebat.Janganlah saling membendung, apabila tak ingin tersandung.

Pegang tanganku. Tapi jangan terlalu erat. Karena aku ingin seiring, bukan digiring.

― Dee, Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade


JEMBATAN ZAMAN

Bertambahnya usia bukan berarti kita paham segalanya.

Pohon besar tumbuh mendekati langit dan menjauhi tanah. Ia merasa telah melihat segala dari ketinggiannya. Namun, masih ingatkah ia dengan sepetak tanah mungil waktu masih kerdil dulu? Masih pahamkah ia akan semesta kecil ketika semut serdadu bagikan kereta raksasa dan setetes embun seolah bola kaca dari Surga, tatkala ia tak peduli akan pola awan di langit dan tak kenal tiang listrik? 

Waktu kecil dulu, kupu-kupu masih sering hinggap di pucuknya. Kini, burung besar bahkan bersangkar di ketiaknya, kawanan kelelawar menggantungi buahnya. Namun, jangan sekali-kali ia merendahkan kupu-kupu yang hanya menggeliat di tapaknya, karena mendengar bahasanya pun ia tak mampu lagi.

Setiap jenjang memiliki dunia sendiri, yang selalu dilupakan ketika umur bertambah tinggi. Tak bisa kembali ke kacamata yang sama, bukan berarti lebih mengerti dari yang semula. Rambut putih tak menjadikan manusia yang segala tahu.

Dapatkah kita kembali mengerti apa yang ditertawakan bocah kecil, atau yang digejolakkan anak belasan tahun seiring dengan kecepatan zaman yang melesat meninggalkan? Karena kita tumbuh ke atas, tapi masih dalam petak yang sama. Akar kita tumbuh ke dalam dan tak bisa terlalu jauh ke  samping. Selalu tercipta kutub-kutub pemahaman yang tak akan bertemu kalau tidak dijembatani.

Jembatan yang rendah hati, bukan kesombongan diri. 
― Dee, Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade


KUDA LIAR

Tanyakan arti kebebasan pada kawanan kuda liar.

Otot mereka kokoh akibat kecintaan mereka pada berlari, bukan karena mengantar seseorang ke sana kemari. Kandang mereka adalah alam, bukan papan yang dipasangkan. Di punggungnya terdapat cinta, bukan pelana yang disandangkan dengan paksa.

Hidup mereka indah dalam keinginan bebas. Hari ini ke padang, esok luas ke gunung, tak ada yang bingung. Kebimbangan tak pernah hadir karena mereka tahu apa yang dimau. Yakin apa yang diingini. Lari mereka ringan karena tak ada yang menunggangi.

Kelelahan akan berganda apabila kita dihela. Waktu akan menghimpit apabila kita dikepit. Dan suara hati akan mati jika dikebiri. 

Larilah dalam kebebasan kawanan kuda liar. Hanya dengan begitu, kita mampu memperbudak waktu. Melambungkan mutu dalam hidup yang cuma satu.  

― Dee, Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade

* * * * *



Kutipan sejumlah puisi Dewi Lestari (Dee) dalam Supernova, Episode: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh, sebagai berikut:

Engkaulah getar pertama yang meruntuhkan gerbang tak berujung mengenal hidup.
Engkaulah tetes embun pertama yang menyesatkan dahagaku dalam cinta tak bermuara.
Engkaulah matahari firdausku yang menyinari kata pertama di cakrawala aksara.

Kau hadir dengan dengan ketiadaan.
Sederhana dalam ketidakmengertian.
Gerakmu tak pasti.

Namun aku terus disini.
Mencintaimu.
Entah kenapa?

------

Ksatria jatuh cinta pada Puteri bungsu dari Kerajaan Bidadari.
Sang Puteri naik ke langit.
Ksatria kebingungan.
Ksatria pintar naik kuda dan bermain pedang,
tapi tidak tahu caranya terbang.
Ksatria keluar dari kastil untuk belajar terbang pada kupu-kupu.
Tetapi kupu-kupu hanya bisa menempatkannya di pucuk pohon.
Ksatria lalu belajar pada burung gereja.
Burung gereja hanya mampu mengajarinya sampai ke atas menara.
Ksatria kemudian berguru pada burung elang.
Burung elang hanya mampu membawanya ke puncak gunung.
Tak ada unggas bersayap yang mampu terbang lebih tinggi lagi.
Ksatria sedih, tapi tak putus asa.
Ksatria memohon pada angin.
Angin mengajarinya berkeliling mengitari bumi,
lebih tinggi dari gunung dan awan.
Namun Sang Puteri masih jauh di awang-awang,
dan tak ada angin yang mampu menusuk langit.
Ksatria sedih dan kali ini ia putus asa.
Sampai satu malam ada Bintang Jatuh yang berhenti mendengar tangis dukanya.
Ia menawari Ksatria untuk memapu melesat secepat cahaya.
Melesat lebih cepat dari kilat dan setinggi sejuta langit dijadikan satu.
Namun kalau Ksatria tak mampu mendarat tepat di Puterinya,
maka ia akan mati.
Hancur dalam kecepatan yang membahayakan,
menjadi serbuk yang membedaki langit, dan tamat.
Ksatria setuju. Ia relakan seluruh kepercayaannya pada Bintang Jatuh menjadi sebuah nyawa.
Dan ia relakan nyawa itu bergantung hanya pada serpih detik yang mematikan.
Bintang Jatuh menggenggam tangannya.
“Inilah perjalanan sebuah Cinta Sejati,” ia berbisik,
“tutuplah matamu, Ksatria. Katakan untuk berhenti begitu hatimu merasakan keberadaannya.”
Melesatlah mereka berdua.
Dingin yang tak terhingga serasa merobek hati ksatria mungil,
tapi hangat jiwanya diterangi rasa cinta.
Dan ia merasakannya… “Berhenti!”
Bintang Jatuh melongok ke bawah,
dan ia pun melihat sesosok puteri cantik yang kesepian.
Bersinar bagaikan Orion di tengah kelamnya galaksi.
Ia pun jatuh hati.
Dilepaskannya genggaman itu.
Sewujud nyawa yang terbentuk atas cinta dan percaya.
Ksatria melesat menuju kehancuran.
Sementara Sang Bintang mendarat turun untuk dapatkan Sang Puteri.
Ksatria yang malang.
Sebagai balasannya, di langit kutub dilukiskan Aurora.
Untuk mengenang kehalusan dan ketulusan hati Ksatria.


-----

Dulu aku adalah pujangga.
Seorang arwah pujangga tersasar masuk ke dalam tubuh mungilku.
Dulu aku berkata-kata bak mutiara wangi.
Dan mutiara sangatlah aneh di tengah batu kali.
Pikiranku adalah seribu persimpangan dalam sekotak korek api.
Karena itulah aku anomali.

-----

Senaif kebahagiaan di alam kita berdua.
Karena setiap detik kala kenyataan bersinggungan,
Aku rasakan sakit yang nyaris tak tertahankan.
Atau ajarkan aku menjadi penipu,
Apabila ternyata kau merasakan sakit itu dalam tawamu.

-----

Semua perjalanan hidup adalah sinema.

Bahkan lebih mengerikan, Puteri.
Darah adalah darah, dan tangis adalah tangis.
Tak ada pemeran pengganti yang akan menanggung sakitmu.

-----

Aku bosan diam.
Aku ingin berteriak lantang.
Menembus segala celah dan semua lubang,
merasuk ke ujung gendang telinga semua orang...
Aku mencintainya.

-----

Sudahkah kau benar-benar jatuh, wahai yang sedang jatuh cinta? Masih kutunggu engkau di dasar jurangmu sendiri. Di titik engkau akan berbalik dan benar-benar menjadi pecinta sejati.

-----

Layakkah cinta hidup semu laksana hantu?
Yang melayang bagai bulu panah.
Aku ingin menjejak tanah.
Mengambang membuatku lelah.
Aku ingin memiliki.
Aku ingin diakui. 

-----

"Aku mencintaimu. Terlalu mencintaimu. Kamu tidak akan pernah tahu betapa besar perasaan ini.... Perasaan ini, cukup besar untukku berjalan sendirian tanpa harus kamu ada. Tidak akan mudah, tapi aku tidak mau membuatmu tersiksa lebih lama lagi. Hanya saja, tolong... jangan menangis lagi. ... Lama aku berusaha menyangkal kenyataan ini, tapi sekarang tidak lagi. Kamu memang pantas mendapatkan yang lebih. Maafkan aku tidak pernah menjadi sosok yang kamu impikan. ... Tapi aku teramat mencintaimu, istriku... atau bukan. Kamu tetap Rana yang kupuja. Dan aku yakin tidak akan ada yang melebihi perasaan ini. Andaikan saja kamu tahu."

-----

Tidak ada yang saya sesali. Saya harap kamu juga demikian.
Tidak ada cara yang mudah untuk mengatakan ini semua.
Saya yakin kamu mengerti.
Dan tidak ada yang saya cintai lebih dalam selain perasaan indah yang pernah kita miliki (dan semoga masih akan terus kita miliki).
Tapi saya bukan Puteri yang kamu cari.
Di satu titik, perasaan indah itu telah mengkristal, dan saya akan menyimpannya selamanya.

Kamu adalah yang teristimewa, Ferre.
Kamu telah memberi saya kekuatan untuk mendobrak belenggu itu.
Sekarang saya bebas. Tapi, tidak berarti kita harus berjalan bersama.
Izinkan aku kembali berjalan di setapak kecilku.

Rana.

-----

Pernahkah kamu merasa waktu mendadak lenyap, tapi bumi tetap berputar?
Ya, aku tahu maksudmu. Bumi yang kau pijak berputar, tapi waktu di benakmu beku.
Pernahkah kamu merasa tidak di mana-mana, sekaligus berada di mana-mana?
Aku juga tahu itu. Perasaan lebur total yang tak terperi indahnya.
Dan pernahkah kamu tidak berkata-kata, namun kamu berbicara?
Bukankah itu yang sedang kita lakukan sekarang... Ferre?

-----

Ada saat aku berusaha membunuh jiwaku...
Biar kuambil peluru itu.
Ada saat hatiku sekarat...
Biarkan kumeregang untukmu.
Dan pada saat aku melesat...
Aku melepaskanmu dengan kebebasan mutlak.
Aku mencintaimu, lebih dari yang kau tahu.
Kau mencintai dirimu, lebih dari yang kau tahu.

-----

Puteri, lihatlah aku.
Aku melayang tinggi.
Menembus semua akal.
Cinta tak pernah jadi hantu.
Ia menjejak nyata di seluruh jagad raya.
Dan itulah Aku.

* * * *

“Carilah orang yang nggak perlu meminta apa-apa, tapi kamu mau memberikan segala-segalanya.” ― Dee, Perahu Kertas

“Semua pertanyaan selalu berpasangan dengan jawaban. Untuk keduanya bertemu, yang dibutuhkan cuma waktu” ― Dee, Supernova: Partikel

“Keheningan seakan memiliki jantung. Denyutnya terasa satu-satu, membawa apa yang tak terucap. Sejenak berayun di udara, lalu bagaikan gelombang air bisikan itu mengalir, sampai akhirnya berlabuh di hati.” ― Dee, Perahu Kertas

“Aku memandangimu tanpa perlu menatap. Aku mendengarmu tanpa perlu alat. Aku menemuimu tanpa perlu hadir. Aku mencintaimu tanpa perlu apa-apa, karena kini kumiliki segalanya.” ― Dee, Rectoverso

“Walau tak ada yang sempurna, hidup ini indah begini adanya.” ― Dee, Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade

“Momentum tidak dapat dikejar. Momentum hadir. Begitu ia lewat ia tidak lagi sebuah momentum. Ia menjadi kenangan. Dan kenangan tidak akan membawa Anda kemana-mana. Kenangan adalah batu-batu di antara aliran sungai. Anda seharusnya menjadi arus bukan batu.” ― Dee, Supernova: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh

“Kita tidak bisa menyamakan kopi dengan air tebu. Sesempurna apa pun kopi yang kamu buat, kopi tetap kopi, punya sisi pahit yang tak mungkin kamu sembunyikan.” ― Dee, Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade

“Bila engkau ingin satu, maka jangan ambil dua. Karena satu menggenapkan, tapi dua melenyapkan.” ― Dee, Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade

“Kendati batas antara kebebasan dan ketidakpedulian terkadang saru” ― Dee, Madre

“Bagaimana hampa bisa menyakitkan? Hampa harusnya berarti tidak ada apa-apa. Tidak ada apa-apa berarti tidak ada masalah. Termasuk rasa sakit.” ― Dee, Perahu Kertas

“Jalan kita mungkin berputar, tetapi satu saat, entah kapan, kita pasti punya kesempatan jadi diri kita sendiri.” ― Dee, Perahu Kertas

“Cintanya adalah paket air mata, keringat, dan dedikasi untuk merangkai jutaan hal kecil agar dunia ini menjadi tempat yang indah dan masuk akal bagi seseorang.”― Dee, Rectoverso

“Kalau lawan bicaramu mendengar dengan sepenuh hati, beban pikiranmu menjadi ringan. Kalau kamu tambah ruwet, meski yang mendengarkanmu tadi seolah serius mendengar, berarti dia tidak benar-benar hadir untukmu.” ― Dee, Supernova: Partikel

“Tiada yang lebih indah. Tiada yang lebih rindu. Selain hatiku. Andai engkau tahu.” ― Dee, Rectoverso

“Barangkali itulah mengapa kematian ada, aku menduga. Mengapa kita mengenal konsep berpisah dan bersua. Terkadang kita memang harus berpisah dengan diri kita sendiri; dengan proyeksi. Diri yang telah menjelma menjadi manusia yang kita cinta.” ― Dee, Rectoverso

“Jingga di bahumu. Malam di depanmu. Dan bulan siaga sinari langkahmu. Teruslah berjalan. Teruslah melangkah. Kutahu kau tahu. Aku ada.” ― Dee, Rectoverso

“Kalau bebas sudah jadi keharusan, sebetulnya bukan bebas lagi, ya?” ― Dee, Madre

“Sahabat saya itu adalah orang yang berbahagia. Ia hanya mengetahui apa yang ia sanggup miliki. Saya adalah orang yang paling bersedih, karena saya mengetahui apa yang tak sanggup saya miliki.” ― Dee, Rectoverso

“Hidup akan mengikis apa saja yang memilih diam, memaksa kita untuk mengikuti arus agungnya yang jujur tetapi penuh rahasia. Kamu, tidak terkecuali.” ― Dee, Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade

“Rasa hangat ketika kedua tubuh bertemu, rasa lengkap ketika dua jiwa mendekat, rasa rindu yang tuntas ketika kedua pasang mata menatap.” ― Dee, Rectoverso

“Ada dunia di sekelilingmu. Ada aku di sampingmu. Namun, kamu mendamba rasa sendiri itu.” ― Dee, Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade

“Dan aku bertanya: apakah yang sanggup mengubah gumpal luka menjadi intan. Yang membekukan air mata menjadi kristal garam? Sahabatku menjawab: Waktu. Hanya waktu yang mampu.” ― Dee, Madre

“Itulah cinta. Itulah Tuhan. Pengalaman bukan penjelasan. Perjalanan bukan tujuan. Pertanyaan yang sungguh tidak berjodoh dengan segala jawaban.” ― Dee, Madre

“Banyak hal yang tak bisa dipaksakan, tapi layak diberi kesempatan.” ― Dee, Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade

“Buat apa dia kembali? Buat apa muncul sejenak lalu menghilang lagi nanti?” ― Dee, Perahu Kertas

“Sungai menjadi jalan pulangnya ke rumah tak berwadak, tapi ia selalu tahu di mana harus mengetuk pintu” ― Dee, Supernova: Akar

“Akhirnya ku mengerti betapa rumitnya konstruksi batin manusia. Betapa sukarnya manusia menanggalkan bias, menarik batas antara masa lalu dan masa sekarang. Aku kini percaya manusia dirancang untuk terluka.” ― Dee, Supernova: Partikel

“Kamu ingin cinta. Tapi takut jatuh cinta. But you know what? Kadang -kadang kamu harus terjun dan jadi basah untuk tahu air. Bukan cuma nonton di pinggir dan berharap kecipratan.” ― Dee, Madre

“Sejarah memiliki tampuk istimewa dalam hidup manusia, tapi tidak lagi melekat utuh pada realitas. Sejarah seperti awan yang tampak padat berisi tapi ketika disentuh menjadi embun yang rapuh.” ― Dee, Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade

“Hampir semua orang melacurkan waktu, jati diri, pikiran, bahkan jiwanya. Bagaimana kalau ternyata itulah pelacuran yg paling hina?” ― Dee, Supernova: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh

“Cuaca demi cuaca melalui kami, dan kebenaran akan semakin dipojokkan. Sampai akhirnya nanti, badai meletus dan menyisakan kejujuran yang bersinar. Entah menghangatkan, atau menghanguskan.” ― Dee, Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade

“Saya belajar dari kisah hidup seseorang. Hati tidak pernah memilih. Hati dipilih. Jadi, kalau Keenan bilang, Keenan telah memilih saya, selamanya Keenan tidak akan pernah tulus mencintai saya. Karena hati tidak perlu memilih. Ia selalu tahu ke mana harus berlabuh.” ― Dee, Perahu Kertas

“Langit begitu hitam sampai batasnya dengan Bumi hilang. Akibatnya, bintang dan lampu kota bersatu, seolah-olah berada di satu bidang. Indah, kan?” ― Dee, Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade

“Tanpa kekosongan, siapa pun tidak akan bisa memulai sesuatu.” ― Dee, Perahu Kertas

“Pada akhirnya, tidak ada yang bisa memaksa. Tidak juga janji atau kesetiaan. Tidak ada. Sekalipun akhirnya dia memilih untuk tetap bersamamu, hatinya tidak bisa dipaksa oleh apapun, oleh siapapun.” ― Dee, Perahu Kertas

“Terkadang keadaan membuat cinta terasa amat menyakitkan, akan tetapi kesejatian cinta tidak akan pernah berakhir manakala pengorbanan cinta itulah yang menjadi pemeran utamanya. Cinta tidak akan pernah salah. Cinta tidak mengenal batas. Untuk cinta yang bertepuk sebelah tangan sekalipun.” ― Dee, Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade

“Cinta bukanlah dependensi, melainkan keutuhan yang dibagi.” ― Dee

“Seseorang semestinya memutuskan bersama orang lain karena menemukan keutuhannya tercermin, bukan ketakutannya akan sepi.” ― Dee, Rectoverso

“Anggap aja kamu ikan lele. Bisa berkembang biak di septic tank. Dia hidup bahagia di tempat sampahnya.” ― Dee, Madre

“Akan tetapi, yang benar-benar membuat tempat ini istimewa adalah pengalaman ngopi-ngopi yang diciptakan Ben. Dia tidak sekadar meramu, mengecap rasa, tapi juga merenungkan kopi yang dia buat. Ben menarik arti, membuat analogi, hingga terciptalah satu filosofi untuk setiap jenis ramuan kopi. Filosofi Kopi.” ― Dee, Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade

“Mungkin dengan beneran mati saya akan menemukan makna hidup.” ― Dee, Supernova: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh

“Saat pasir tempatmu berpijak pergi ditelan ombak, akulah lautan yang memeluk pantaimu erat.” ― Dee, Rectoverso

“Cinta yang sudah dipilih sebaiknya diikuti di setiap langkah kaki, merekatkan jemari, dan berjalanlah kalian bergandengan… karena cinta adalah mengalami.” ― Dee, Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade

“Hidup telah menunjukkan dengan caranya sendiri bahwa aku senantiasa dipandu. Tak perlu tahu ke mana ini semua berakhir.…” ― Dee, Madre

“Mimpi mengurangi kualitas istirahatnya. Dan untuk bersamaku, ia tak perlu mimpi.” ― Dee, Rectoverso

“Mengubah rutinitas itu sama saja dengan menawar bumi agar berhenti mengedari matahari.” ― Dee, Rectoverso

“Saya melihat tumor itu semacam pemicu untuk saya mencari lebih dalam, mempertemukan saya dengan lebih banyak pengetahuan, membuka mata saya bahwa penyakit bukan sekadar gangguan. Tapi kode. Kode dari tubuh bahwa ada hal dalam hidup kita yang harus dibereskan.” ― Dee, Supernova: Partikel

“Keheningan mengapungkan kenangan, mengembalikan cinta yang hilang, menerbangkan amarah, mengulang manis keberhasilan dan indah kegagalan. Hening menjadi cermin yang membuat kita berkaca-suka atau tidak pada hasilnya.” ― Dee, Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade

“Kamu hanya perlu menerima. Menolak, menyangkal, cuma bikin kamu lelah’.” ― Dee, Rectoverso

“Tidak ada seorang pun mampu melengkapi apa yang sudah utuh. Tidak ada sesuatu pun dapat mengisi apa yang sudah penuh.” ― Dee 

“Mungkin, suatu saat, apabila sekelumit dirimu itu mulai kesepian dan bosan, ia akan berteriak-teriak ingin pulang. Dan kamu akan menjemputnya, lalu membiarkan sejarah membentengi dirinya dengan tembok tebal yang tak lagi bisa ditembus. Atau mungkin, ketika sebuah keajaiban mampu menguak kekeruhan ini, jadilah ia semacam mercusuar, kompas, bintang selatan…. yang menunjukkan jalan pulang bagi hatimu. Untuk, akhirnya, menemuiku....” ― Dee, Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade 











Posting Komentar Blogger

 
Top