Mbak Rina Suliastini menulis pada status FB-nya (18 Juni 2017, dengan sedikit perubahan):
Anak ini kelas 3 SD ini sangat istimewa. Ia tinggal di desa Selokgondang, Sukodono, Lumajang.
Anak ini kelas 3 SD ini sangat istimewa. Ia tinggal di desa Selokgondang, Sukodono, Lumajang.
Si adek ini berkeliling menjajakan dagangannya, Cilok. Saya baru berkesempatan menyapa adek ini Maghrib tadi. Karena ia kebetulan berhenti di depan rumah (ternyata lagi buka puasa).
Saat puasa, si adek ini keliling hanya pada saat menjelang buka sampai jam 9 malam. Biasanya dia berkeliling bareng kakaknya yang berjualan gorengan.
S = Saya
A = Adek
S : Rumahnya di mana?
A : Selokgondang, Mbak. (Saya lahir di Lumajang tapi lama tinggal di Jawa Tengah. Baru tiga tahun ini saya kembali menetap di Lumajang.)
S : Kamu masih sekolah ?
A : Iya, kelas 3 SD. (Saya langsung pegang dada. Sakit.)
S : Bapak ibu masih ada?
A : Iya.
S : Bapak kerja apa? Ibu?
A : Bapak supir. Ibu di rumah.
(Saya manggut manggut. Saya diam sejenak karena si adek terlihat tidak nyaman.)
S : Kamu puasa? (Iseng aja saya nanya, padahal saya tahu tadi dia buka puasa pakai nasi bungkus di depan rumah)
A : Iya, puasa...
S : Oh iya, mas-mu itu juga jualan ya? (Saya juga tahu kakaknya juga jualan.)
A : Iya, nanti muternya sama mas juga.
(Jadi si adek ini jualannya bareng sama kakaknya. Dia lagi nunggu kakaknya yang masih di belakang makanya dia berhenti di depan rumah sambil buka puasa.)
Dari mulut si adek ini mengalir cerita bahwa ia punya 2 kakak. Yang satu Mts (yang nemenin dia jualan) dan satunya lagi kelas 6 SD. Biasanya dia nggak jualan, yang jualan adalah yang kelas 6 SD. Tapi malang, kakaknya mengalami kecelakaan dan kakinya patah sehingga tidak bisa berjualan. Akhirnya dia yang menggantikan. Saya tidak bertanya lebih lanjut tentang ayah dan ibunya karena si adek terlihat tidak nyaman.
Saya sejenak menatap suami saya yang juga terlihat menahan tangis.
Hidup adalah perjuangan. Aku, kamu, dia. Semua akan merasakan menjadi sosok yang berjuang. Semua akan merasakan menjadi sosok yang tersungkur dan terluka atau bahkan tak sanggup untuk kembali berdiri sendirian. Maka jika kamu sekarang berada dalam keadaan berdiri kokoh, bantulah mereka yang terjatuh. Bantulah mereka yang sedang terseok berjalan. Bukan hanya dengan harta, mungkin juga doa. Bukan doa untuk menjadi kaya, hanya sebuah doa agar mereka yang berjuang tak patah arang dan terus bisa meraih bahagia. Ya, bahagia. Satu kata sederhana yang merupakan cita-cita semua manusia yang hidup di dunia. Bahagia satu kata sederhana yang juga bisa didapatkan dari hal yang sederhana. Bisa dari Sebuah senyuman ramah atau juga uluran tangan kepada mereka yang membutuhkan.
Sehat terus ya Dek, semoga laris terus dagangannya. Semangat selalu. Dan jangan lupa, bersyukurlah karena Tuhan akan selalu ada di antara mereka yang tak pernah lupa untuk bersyukur.
Alhamdulillah...
* * * * *
S : Rumahnya di mana?
A : Selokgondang, Mbak. (Saya lahir di Lumajang tapi lama tinggal di Jawa Tengah. Baru tiga tahun ini saya kembali menetap di Lumajang.)
S : Kamu masih sekolah ?
A : Iya, kelas 3 SD. (Saya langsung pegang dada. Sakit.)
S : Bapak ibu masih ada?
A : Iya.
S : Bapak kerja apa? Ibu?
A : Bapak supir. Ibu di rumah.
(Saya manggut manggut. Saya diam sejenak karena si adek terlihat tidak nyaman.)
S : Kamu puasa? (Iseng aja saya nanya, padahal saya tahu tadi dia buka puasa pakai nasi bungkus di depan rumah)
A : Iya, puasa...
S : Oh iya, mas-mu itu juga jualan ya? (Saya juga tahu kakaknya juga jualan.)
A : Iya, nanti muternya sama mas juga.
(Jadi si adek ini jualannya bareng sama kakaknya. Dia lagi nunggu kakaknya yang masih di belakang makanya dia berhenti di depan rumah sambil buka puasa.)
Dari mulut si adek ini mengalir cerita bahwa ia punya 2 kakak. Yang satu Mts (yang nemenin dia jualan) dan satunya lagi kelas 6 SD. Biasanya dia nggak jualan, yang jualan adalah yang kelas 6 SD. Tapi malang, kakaknya mengalami kecelakaan dan kakinya patah sehingga tidak bisa berjualan. Akhirnya dia yang menggantikan. Saya tidak bertanya lebih lanjut tentang ayah dan ibunya karena si adek terlihat tidak nyaman.
Saya sejenak menatap suami saya yang juga terlihat menahan tangis.
Hidup adalah perjuangan. Aku, kamu, dia. Semua akan merasakan menjadi sosok yang berjuang. Semua akan merasakan menjadi sosok yang tersungkur dan terluka atau bahkan tak sanggup untuk kembali berdiri sendirian. Maka jika kamu sekarang berada dalam keadaan berdiri kokoh, bantulah mereka yang terjatuh. Bantulah mereka yang sedang terseok berjalan. Bukan hanya dengan harta, mungkin juga doa. Bukan doa untuk menjadi kaya, hanya sebuah doa agar mereka yang berjuang tak patah arang dan terus bisa meraih bahagia. Ya, bahagia. Satu kata sederhana yang merupakan cita-cita semua manusia yang hidup di dunia. Bahagia satu kata sederhana yang juga bisa didapatkan dari hal yang sederhana. Bisa dari Sebuah senyuman ramah atau juga uluran tangan kepada mereka yang membutuhkan.
Sehat terus ya Dek, semoga laris terus dagangannya. Semangat selalu. Dan jangan lupa, bersyukurlah karena Tuhan akan selalu ada di antara mereka yang tak pernah lupa untuk bersyukur.
Alhamdulillah...
* * * * *
Kata Iwan Fals dalam lirik lagunya, Sore Tugu Pancoran:
Si budi kecil kuyup menggigil
Menahan dingin tanpa jas hujan
Di simpang jalan tugu pancoran
Tunggu pembeli jajakan koran
Menjelang maghrib hujan tak reda
Si budi murung menghitung laba
Surat kabar sore dijual malam
Selepas isya melangkah pulang
Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu
Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu
Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu
Dipaksa pecahkan karang, lemas jarimu terkepal
Cepat langkah waktu pagi menunggu
Si budi sibuk siapkan buku
Tugas dari sekolah selesai setengah
Sanggupkah si budi diam di dua sisi
Posting Komentar Blogger Facebook