Pak Zico Pratama Putra menulis pada status FB-nya tanggal 15 Juli 2016:
John Rambo Bin Laden
----------------
Keterlaluan banget IMDB, masak pelem Rambo III cuma dikasih rating 5,7
doang??!! Lihat gambar. Film besutan tahun 1988 ini merupakan film
paling “lakik” abad ini. Rambo bener2 ganteng dan sterek. Jagoan berotot
dengan ikat kepala merah, dengan pisau gedenya yang khas - konon
katanya ini pisau custom build alias kaga dijual dimana2-, idola
remaja, aki-aki, & sampai bocah. Bandingin sama film Rambo IV (2008)
yang menampilkan Rambo versi aki-aki, IMDB kasih rating gede sebesar
7,1 (Tolong dilihat gambarnya).
J*n*k*ik ! Selera anak muda mulai bergeser atau IMDB-nya moron?
Tambah heran ane. The Expendables yang menampilkan jagoan2 lawas yang
otot2nya mulai loyo, itu aja masih banyak yang nonton. Ga tega ane lihat
Stallone lari dari ledakan bom pada satu scene disitu. Gayanya sih
gagah dan diputer dalam gerakan lambat biar lebih dramatis, tapi yah
umur emang ga nipu.
Buat yang tidak menyaksikan Rambo III pas
lagi era-nya, tangisilah diri anda. Anda lahir ditahun yang salah. Film
ini terasa biasa ketika diputar di era sekarang. Nuansanya mungkin sudah
“turun” banyak.
Sejak film Rambo, ikat kepala udah ga melulu
perlambang para lakonis film India. Tapi jadi lambang keseriusan seorang
pria sejati. Kalo Anda kena deadline skripsi atau tugas, pakailah ikat
kepala ini. Tempat2 Gym jadi laris sama pria2 yang serius pengen kekar.
Banci-banci blom ada yang berani muncul kayak sekarang di Celebrity
Fitnes. Gerakan Gay masih ngumpet dalam karung. Semua pria masih betah
jadi pria karena film macam Rambo, Top Gun, Commando, dll. Bang Iwan
Fals saja ikutan pake singlet hitam kayak Rambo di poster2 lawas.
Film ini melanjutkan seri Rambo II yang menampilkan adegan perang
Vietnam. Disini Rambo harus menyelamatkan Colonel Trautman, orang yang
sudah beliau anggap seperti bapaknya sendiri. Colonel Samuel Trautman,
ditugaskan untuk memimpin sebuah misi untuk membantu para pemberontak
Mujahidin yang memerangi invasi Soviet ke Afghanistan, tetapi Rambo
menolak permintaan Trautman untuk membantu misi ini. Ketika misi
berjalan tidak sesuai rencana dan Trautman diculik dan disiksa oleh
Kolonel Rusia, Zaysen, Rambo melakukan upaya penyelamatan dan bergabung
dengan para pemberontak Mujahidin dan meminta bantuan mereka untuk
menyelamatkan Trautman dari Zaysen. Jika saya mengingat-ingat kisahnya,
rasanya kuping saya langsung berhalunisasi seperti sedang mendengarkan
iringan musik orkestra di film Rambo sebagai latar film bernuansa perang
Afghanistan tersebut. Saya bisa mendengar jelas dentuman tembakan dan
kejar-kejaran heli, ditambah desingan AK47 dimana-mana, ditengah
keganasan pegunungan batu Torabora, Afghanistan. Ada dialog keren disitu
sbb:
Kolonel Trautman: Kamu mengharapkan simpati saya? Kamu yang memulai perang sialan ini, sekarang kamu akan rasakan akibatnya.
Zaysen: Pasti. Ini cuma masalah waktu sebelum kami mencapai kemenangan mutlak.
Kolonel Trautman: Yeah, well, tidak akan ada kemenangan. Setiap hari,
mesin perang Anda kehilangan wilayah menghadapi orang-orang yang cuma
punya senjata seadanya, poorly-equipped freedom fighters (maksudnya
mujahidin). Faktanya adalah, Kamu terlalu meremehkan lawan. Jika Kamu
pernah belajar sejarah, Anda akan tahu bahwa orang-orang ini tidak
pernah menyerah kepada siapa pun. Mereka lebih suka mati daripada
menjadi budak tentara penjajah....
Misi penyelamatan berjalan
kurang mulus, karena jagoan kita ini nekat berangkat sendiri ke markas
musuh dan menyelamatkan Col. Trautman. Rambo harus merasakan timah panas
menembus perutnya dari depan ke belakang. Disini ada adegan paling
bikin megap-megap bocah. Rambo harus melakukan malpraktik dengan
mengoperasi diri sendiri untuk mengeluarkan peluru tersebut dari
perutnya dengan susah payah.
Caranya operasinya dengan membuka
selosong peluru dan mengeluarkan bubuk mesiunya. Lalu bubuk ini
digunakan untuk melumuri sebatang kayu kecil yang kemudian dilewatkan
kedalam perutnya demi melumuri luka dalam. Terakhir… api dinyalakan
untuk membakar mesiu tersebut demi menghentikan pendarahan. Teriakan
Rambo menggema demi efek bakaran tersebut dan langsung pingsan (lihat
gambar). Classic!!!
Adegan tegang ini seolah jadi S.O.P untuk
standar kejantanan satu film action. Adegan cabut pelor dari perut
ditiru banyak film belakangan dengan berbagai gaya, semisal Ronin
(‘98)-nya Robert De Niro, Desperado (‘95) Antonio Banderas, The Punisher
(2004)-nya Thomas Jane dan banyak lagi.
Pengejaran masih
berlanjut hingga Rambo & Col. Trautman terpojok disebuah parit
menghindari tembakan tentara Rusia. Tentara Rusia mengepung mereka
dengan sejumlah Tank dan altileri berat. Sadar mereka kurang tenaga,
kalah jumlah, mulailah terjadi dialog “bapak anak” mengenang kisah
mereka di masa lalu sembari menanti ajal.
Ditengah klimaks
keputus-asaan tersebut, tiba-tiba muncul suara gemuruh dibalik kepulan
debu padang pasir dari arah berlawanan. Setengah tidak percaya Rambo
berkata, “Itu mereka”.
Para singa padang pasir bermunculan &
mengaum dengan takbir, seolah mereka memang betul-betul terlahir dari
kepulan debu tersebut. Kuda-kuda mujahidin berlarian ke arah tentara
penjajah, diiringi Jeep-jeep yang membawa AK47. Kawan-kawannya Rambo
berdatangan. Rambo langsung bangkit seolah lukanya sembuh seketika.
Perang David VS Goliath dimulai.
Bermodal kuda seorang mujahidin,
Rambo langsung menembus pertahanan lawan melawan Tank-Tank Baja Rusia
dan jet tempurnya. Ini lebih dramatis ketimbang Rambo II yang
menampilkan perang Heli kecil lawan Heli Super Gede. Ini kuda lawan Tank
baja sodara-sodara.
Debu-debu terus beterbangan menggulung
tentara Sovyet, seakan azab didepan mata mereka. Tank-tank dan jet
tempur mereka bertumbangan ditembus bidikan para mujahidin dekil &
kumal.
Akhir misi pun tuntas, Soviet rontok di tangan Mujahidin
dibantu Rambo. Film ini berakhir dengan catatan “This Film is Dedicated
to The Brave Mujahideen Fighters of Afghanistan”. “Film ini
dipersembahkan untuk para pejuang Mujahidin Afghanistan yang pemberani”.
(Lihat gambar)
Pada era akhir 90-an, ternyata notenya berubah menjadi “This Film is Dedicated to The Gallant People of Afghanistan”.
Rambo ngga sendirian. Film-film Box Office Amrik era 80-an juga sering
menampilkan perkawanan dengan Mujahidin. James Bond tahun ‘87 di seri
“The Living Daylights” juga dikisahkan berkawan dengan pimpinan
Mujahidin. Bukan hal baru kalo Hollywood ikut dalam proyek propaganda
politik dunianya USA.
Jangan remehkan hasil propaganda film.
Rambo III ini secara budget emang dirancang ga balik modal. Menelan
budget US $63,000,000 dan yang balik cuma 53 juta USD, film ini adalah
film termahal pada masanya. Tapi efeknya, moral dan pesona Mujahidin
naik di dunia dan dukungan buat mereka mengalir luar biasa. Uni Sovyet
runtuh dan tercabik-cabik beberapa tahun kemudian dimulai dari Glasnost
& Perestroika di Era Mikhail Gorbachev. Uni Sovyet terpecah dengan
sejumlah negara melepaskan diri semisal Belarus, Kazakhstan, Kyrgyzstan,
Tajikistan, Uzbekistan, dll. Soviet menuju kebangkrutan yang tidak
terselamatkan, menyisakan USA sebagai negara adi daya dengan cuma modal
film Rambo. Perang yang jauh lebih irit. Tidak secuilpun tentara USA
terluka, lecetpun tidak.
Film lagi-lagi digunakan untuk
meruntuhkan Jerman Timur yang pro Soviet & pro komunis. Ingat film
Knight Rider? USA banyak memproduksi film-film keren yang menampilkan
kehidupan glamor & kecanggihan dunia barat. Sebut saja AirWolf,
MacGyver, StarWars, Full House, Miami Vice, dll.
USA berusaha
memancing perlawanan dari dalam penduduk Jerman Timur sendiri yang hidup
terkungkung kayak penduduk Korea Utara. Jerman Barat yang pro USA,
memang hidup lebih makmur dan lebih hedon. Diharapkan, dengan banyak
menyaksikan film2 Hollywood, timbul keinginan orang Timur untuk hidup
seperti tetangganya dibalik tembok Berlin.
Propaganda makin mulus
dengan mengirimkan Aktor Knight Rider, David Hasselfoff, yang notabene
berdarah Jerman, bolak-balik ke sana untuk menghibur warga Jerman Barat
sambil menyanyikan tembang evergreen “Du”. Gimana ngga panas orang timur
lihat pujaannya nyanyi ditembok sebelah doang?
Demi bisa
melintas tembok besar ini, orang timur rela bertaruh nyawa. Karena
setiap upaya menembusnya harus ditebus dengan kematian. Ada sebagian
yang kisah yang saya dengar, bahwa demi menembus tembok tersebut, mereka
kadang harus memohon warga barat yang sedang berkunjung untuk
memasukkan mereka ke dalam bagasi mobil demi melewati pintu perbatasan.
Dan tembok berlin pun runtuh tahun 1989, diiringi lagu “Wind of
Changes”-nya Scorpions, yang “kebetulan” juga Rocker asli Jerman.
Pada ke Moscow, Pak Haji Disco… hadeh..
Konon Popeye si Pelaut juga merupakan film propaganda anak. Pada kurun
‘50-an, konsumi bayam anak2 Amerika ditengarai turun drastis. Dan
muncullah Popeye… Dan bayam sama otot ternyata punya hubungan kausalitas
kalo kata film Popeye.
Tapi sekarang politik bergeser. Taliban
adalah musuh. Sekian puluh film hollywood anyar bahu membahu menciptakan
karakter Mujahidin sebagai villain. Bahkan Superman aja sampai
diterjunkan untuk melawan Mujahidin di film terakhir, Batman VS
Superman.
Well.. ini lah politik. USA lagi-lagi butuh
justifikasi film untuk membenarkan sejarahnya yang berlumuran darah.
Perang Vietnam, perang Irak, etc still counting. Pahlawannya sudah
ditentukan dari pihak mereka. Sedangkan Villain, tentu dari pihak
negara-negara yang bandel sama Om Sam.
Sekiranya bukan karena
kuatir tulisan ini terlalu panjang, saya mau sambungkan dengan kisah
karamah pejuang Afghan yang ditulis Syekh Abdullah Azzam & kisah The
Return of the Jedi. Entah kapan, wallahu a’lam.
Posting Komentar Blogger Facebook