Abu Layla Supry menulis* di status FBnya ( Jan 5, 2017):
::: Hanya Atas Pemberian dan Limpahan Anugerah dari-Nya..
Seorang penjual susu kedelai tetanggaku. Bersepeda tua, sedikit reot; berkeliling kampung ini dan kampung sebelah sejak pagi buta, setiap hari.
Kadang ia mampir di warung bubur dan gudangan sebelah rumah, sekadar membeli pengganjal perut ala kadarnya. Pasti beliau juga punya hitung-hitungan tak mudah; jika hasil jualan susu kedelainya itu terlalu banyak untuk beli jajan sarapan, tentu nafkah buat keluarga akan semakin berkurang. Maklum, susu kedelai itu bukan buatan beliau sendiri; hanya sekedar menjualkan saja.
Mungkin 150 bungkus susu kedelai yang ia bawa setiap pagi. Terkadang ludes, tapi seringnya sisa. Jika keuntungan setiap bungkusnya 100/200 perak, maka keuntungan maksimal yang beliau dapat Rp30.000,- per hari, asal terjual semua.
Hasil itu tentu belum dipotong uang sarapan beliau.
Tapi, beliau selalu tersenyum. Terkesan biasa saja, ciri khas orang desa; nrimo ing pandum. Bukan berarti tak ada usaha lain yang beliau kerjakan.
Semoga Allah memberkahi usaha beliau dan meluaskan rizkinya.
Melihat wajah polos beliau dan orang-orang semisal beliau, rasanya menenteramkan. Dunia seakan terasa amat sederhana. Keyakinan akan rizki yang telah dibagi-bagi, membuat beban tanggungan keluarga yang sebenarnya sangat berat, terasa ringan, seringan kayuhan sepeda bututnya yang melaju pelan menyusuri jalanan desa.
Itulah, sedikit gambaran limpahan rizki dan anugerah dari Rabb Yang Maha Pemurah. Rizki telah dibagi-bagi, jalan hidup pun telah digariskan.
Semua akan terasa mudah, ketika Rabb Penguasa Jagat tak mencabut rasa aman dari negeri ini. Maka, bersyukurlah atas nikmat keamanan, tersebarnya ketenteraman dan mudahnya segala urusan karenanya; dengan senantiasa menjalankan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya; utamanya mentauhidkan Dia dalam ketundukan ibadah.
Karena, jika kita ingkar dan menduakan Allah; tentu mudah bagi-Nya membalikkan segala nikmat yang kita miliki menjadi adzab yang membinasakan...
Seorang penjual susu kedelai tetanggaku. Bersepeda tua, sedikit reot; berkeliling kampung ini dan kampung sebelah sejak pagi buta, setiap hari.
Kadang ia mampir di warung bubur dan gudangan sebelah rumah, sekadar membeli pengganjal perut ala kadarnya. Pasti beliau juga punya hitung-hitungan tak mudah; jika hasil jualan susu kedelainya itu terlalu banyak untuk beli jajan sarapan, tentu nafkah buat keluarga akan semakin berkurang. Maklum, susu kedelai itu bukan buatan beliau sendiri; hanya sekedar menjualkan saja.
Mungkin 150 bungkus susu kedelai yang ia bawa setiap pagi. Terkadang ludes, tapi seringnya sisa. Jika keuntungan setiap bungkusnya 100/200 perak, maka keuntungan maksimal yang beliau dapat Rp30.000,- per hari, asal terjual semua.
Hasil itu tentu belum dipotong uang sarapan beliau.
Tapi, beliau selalu tersenyum. Terkesan biasa saja, ciri khas orang desa; nrimo ing pandum. Bukan berarti tak ada usaha lain yang beliau kerjakan.
Semoga Allah memberkahi usaha beliau dan meluaskan rizkinya.
Melihat wajah polos beliau dan orang-orang semisal beliau, rasanya menenteramkan. Dunia seakan terasa amat sederhana. Keyakinan akan rizki yang telah dibagi-bagi, membuat beban tanggungan keluarga yang sebenarnya sangat berat, terasa ringan, seringan kayuhan sepeda bututnya yang melaju pelan menyusuri jalanan desa.
Itulah, sedikit gambaran limpahan rizki dan anugerah dari Rabb Yang Maha Pemurah. Rizki telah dibagi-bagi, jalan hidup pun telah digariskan.
Semua akan terasa mudah, ketika Rabb Penguasa Jagat tak mencabut rasa aman dari negeri ini. Maka, bersyukurlah atas nikmat keamanan, tersebarnya ketenteraman dan mudahnya segala urusan karenanya; dengan senantiasa menjalankan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya; utamanya mentauhidkan Dia dalam ketundukan ibadah.
Karena, jika kita ingkar dan menduakan Allah; tentu mudah bagi-Nya membalikkan segala nikmat yang kita miliki menjadi adzab yang membinasakan...
*dengan sedikit perubahan minor
(Gambar dari Google)
Posting Komentar Blogger Facebook