Merdeka.com - Warga di pedalaman Kabupaten Teluk Wondama, Papua
Barat, mengenalnya dengan sebutan Mantri Patra. Nama lengkapnya Patra
Marinna Jauhari. Panggilan jiwa sebagai seorang petugas medis bagi
mereka yang terpinggir dan terlupakan, tak membuatnya berpikir dua kali
ketika mendapat tugas di pedalaman Teluk Wondama.
Sudah empat 4 bulan lebih dia mengabdikan diri untuk masyarakat di
Kampung Oya Distrik Naikere, Teluk Wondama. Dia memilih setia dalam
tugas, di saat rekan kerjanya memutuskan pulang dan tak kembali lagi ke
sana. Dalam kesendirian dan kesepian, Mantri Patra melayani warga hingga
ajal menjemputnya.
Petugas medis dari Dinas Kesehatan Teluk Wondama ini berada di
Kampung Oya sejak Februari 2019. Dia adalah satu dari sekian tenaga
kesehatan yang ditunjuk untuk memberikan pelayanan di daerah pedalaman
Oya, salah satu kampung di pedalaman distrik Naikere yang masih
terpencil dan terisolir. Tidak ada akses jalan darat apalagi sarana
telekomunikasi.
Dilansir Antara, wilayah di perbatasan Teluk Wondama dengan Kabupaten
Kaimana ini hanya bisa dijangkau dengan berjalan kaki atau menggunakan
helikopter. Untuk mencapai pusat distrik di Naikere, warga setempat
biasanya berjalan kaki selama tiga sampai empat hari. Jalanan yang
dilewati masih berupa jalan setapak menyusuri gunung dan lembah di
tengah hutan belantara.
Pada awal Februari lalu, Mantri Patra bersama seorang rekannya
diantar menggunakan helikopter ke Kampung Oya. Mereka dijadwalkan
bertugas selama tiga bulan. Terhitung Februari hingga Mei. Lalu akan
dijemput kembali dan diganti petugas berikutnya.
Namun hingga akhir Mei 2019, belum juga ada helikopter yang datang
menjemput mereka. Persediaan bahan makanan mulai dari beras, minyak
goreng yang dibawanya tiga bulan lalu telah lama habis. Termasuk stok
obat-obatan. Semuanya habis terpakai. Patra tinggal seorang diri setelah
temannya sesama perawat memutuskan turun ke kota Wasior dengan berjalan
kaki. Dia memberi pelayanan medis dengan kondisi serba kekurangan.
Untuk mengisi hari-harinya, bujangan kelahiran 1988 ini selalu
berinteraksi dengan warga setempat. Dia rajin berkunjung ke rumah warga,
bermain bersama pemuda setempat hingga ikut berkebun bersama warga.
"Tiap sore dia pergi dengan anak-anak menyanyi-menyanyi," kata
seorang warga Oya yang dikisahkan Kepala Puskesmas Naikere Tomas Waropen
di Wasior, Minggu.
Hari terus berlalu, helikopter yang ditunggu tak juga tiba. Kesetiaan
Patra tetap tak luntur. Dia tetap bertahan meski di hatinya memendam
kecewa terhadap instansi tempatnya bekerja. Hingga akhirnya sang mantri
jatuh sakit.
Mengetahui kondisinya kian memburuk, seorang warga kampung Oya
memutuskan berjalan kaki untuk memberitahukan kondisi sang mantri kepada
kepala Puskesmas Naikere. Meskipun demikian, tetap saja tidak ada
helikopter yang datang untuk mengevakuasinya ke kota guna mendapat
perawatan medis.
Hingga pada 18 Juni 2019, Patra menghembuskan napas terakhir di
tempat tugasnya. Dia meninggal dalam kesendirian. Tanpa ada keluarga,
teman maupun kerabat yang mendampingi. Jenazah Patra baru dievakuasi
empat hari setelah meninggal atau pada 22 Juni 2019 menggunakan
helikopter yang disewa Pemda dari Nabire.
Kematian Patra yang terbilang tragis menjadi keprihatinan banyak
pihak. Kepala Puskesmas Naikere Tomas Waropen menyatakan nyawa Patra
mungkin bisa tertolong jika pihak dinas kesehatan maupun instansi
terkait lainnya cepat merespon laporannya terkait kondisi Patra dan
meminta segera dikirim helikopter.
"Kami sudah rapat sampai tiga kali dengan Dinas Kesehatan, Kesra dan
Pak Sekda tapi tetap tidak ada jalan. Sampai akhirnya dia sudah
meninggal baru helikopter bisa naik," ujar Waropen.
Bagi Waropen, Patra adalah pahlawan kemanusiaan yang mendedikasikan
hidupnya untuk masyarakat di pedalaman Naikere tanpa banyak mengeluh dan
menuntut. Tindakan mulia yang justru selalu dihindari banyak petugas
medis lainnya.
Tokoh Pemekaran Teluk Wondama Hendrik Mambor juga turut menyampaikan
rasa duka mendalam atas kepergian almarhum. Melalui pernyataannya yang
kami kutip dari akun facebook-nya,
mantan Kepala Bappeda Wondama ini memberikan penghargaan dan rasa
terima kasih yang tinggi atas pengabdian Patra selama hidup.
"Mewakili Lembaga Masyarakat Adat Teluk Wondama dan seluruh pejuang
pemekaran Kabupaten Teluk Wondama kami hanya bisa mengucapkan
penghargaan atas dedikasimu dan jerih lelahmu bagi masyarakat khususnya
masyarakat di Pedalaman Udik Simo, Kampung Oya. Kami tidak mampu
membalas jasa baikmu," tulis Mambor. [noe]
Sumber: https://www.merdeka.com/peristiwa/kisah-pilu-mantri-patra-petugas-medis-gugur-dalam-kesendirian-di-pedalaman-papua.html
Posting Komentar Blogger Facebook