USAHA apapun jika
ditekuni, pasti hasilnya memuaskan. Rizal, penjual sayur keliling
membuktikannya. Dalam kurun waktu 9 tahun, ia mampu memiliki rumah, satu
pick-up, dan lima sepeda motor.
Uti-uti adalah sapaan yang disandang Rizal selaku penjual sayur keliling. Sapaan khas orang Gorontalo untuk pedagang keliling.
Sehari-hari, Rizal keliling kota dengan
sepeda motor yang diberi semacam rak kayu di bagian belakang untuk
meletakkan berbagai jenis sayuran. Setiap kali berhenti di satu titik,
kaum perempuan kerap merubunginya.
Sudah sembilan tahun pria asal Gorontalo
itu berjualan di Ternate. Sebelum menapaki kakinya di Kota Ternate,
Rizal pernah keliling Kalimantan dan Sulawesi. Di dua pulau itu, pria
kelahiran 1984 ini jualan sayur juga.
Menjadi uti-uti bukanlah cita-cita
Rizal. Niatnya untuk melanjutkan pendidikan setamat SMA harus kandas
lantaran konflik Poso 1999 silam. Berbekal ijazah SMA, ia bertekad
menafkahi keluarga, menggantikan orangtuanya yang tak lagi muda.
”Awalnya jualan di Palu. Tapi
pendapatannya sedikit, jadi pindah ke Kalimantan,” tuturnya saat ditemui
mangkal di pertigaan Jalan Kampus Stikip Kieraha, Jumat (13/5).
Di Kalimantan, Rizal ber-uti-uti cukup
lama dibandingkan di Palu. Namun dengan alasan yang sama, minim
pendapatan, ia memutuskan bermigrasi ke Maluku Utara.
”Hanya 3 tahun berjualan keliling di
Kalimantan. Suatu hari, saya dapat informasi dari teman sesama pedagang
keliling, bahwa salah satu teman yang uti-uti di Ternate sukses dengan
pekerjaan ini,” kenangnya.
Di Ternate, Rizal tak langsung lanjut
menjadi uti-uti. Ia butuh modal awal. Kemampuannya mengendarai truk
dimanfaatkan untuk itu. Truk yang dikendarainya adalah truk pengangkut
sembako di Tidore. Pekerjaan ini dilakoninya selama empat bulan.
”Upahnya Rp 1,3 juta per bulan. Uang itu
saya gunakan untuk kredit sepeda motor dan mulai ngojek,” ungkapnya.
Hanya butuh setahun baginya untuk melunasi kreditan motor. Setelah
lunas, ia kembali menjadi uti-uti.
Sayuran dan rempah yang dijual Rizal
beragam. Bayam, kangkung, sawi, terong kol, kentang, wortel, tahu,
tempe, hingga bawang. Beberapa jenis ikan laut pun ada di rak sayuran
Rizal. Harganya sedikit lebih mahal ketimbang harga pasar.
Namun kehadiran uti-uti seperti Rizal
membuat para ibu rumah tangga lebih bisa menghemat waktu karena tak
perlu lagi ke pasar. ”Tiap Subuh saya ke pasar dulu untuk beli
bahan-bahan yang akan dijual. Setelah itu baru dijual keliling,”
ujarnya.
Masing-masing uti-uti memiliki rute
jualan. Rute ini dibuat berdasar kesepakatan bersama. Tujuannya adalah
agar tak ada penjual yang ‘bertabrakan’ di tengah jalan.
”Saya dapat rute jualan di wilayah Tanah
Tinggi, Jerbus, Jati Metro dan Kalumata,” kata pria yang telah mahir
berbahasa daerah Ternate itu.
Dalam sehari, Rizal menghabiskan modal
Rp 200 ribu untuk membeli bahan jualannya. Sedangkan penghasilan yang di
dapatnya per hari Rp 300 ribu. ”Jadi tiap hari untung Rp 100 ribu,”
akunya.
Dikatakan Rizal, bahwa dari hasil
jualannya, ia mampu membangun rumah permanen di Gorontalo. Satu unit
mobil pick-up dan lima unit sepeda motor pun telah berhasil dibelinya.
”Alhamdulillah, hasil jualan dapat saya gunakan untuk hal-hal yang
bermanfaat dan dapat menopang hidup keluarga saya,” ujarnya.
Ia mengakui, berjualan keliling di
Ternate jauh lebih menguntungkan ketimbang di Kalimantan. Pasalnya,
orang Kalimantan cenderung lebih suka mengonsumsi daging dibandingkan
sayur dan ikan. Areal berjualan pun berpengaruh terhadap hasil jualan.
”Kami cenderung memilih rute jualan yang jauh dari pasar. Sebab orang
yang rumahnya jauh dari pasar cenderung lebih memilih beli di uti-uti
daripada harus ke pasar,” tuturnya.
Meski terbilang telah sukses, Rizal
mengaku tak akan meninggalkan pekerjaan tersebut. Ia juga berencana
melebarkan bisnis lain, untuk dikelola istrinya.
”Tapi saya tetap jadi uti-uti. Pekerjaan
ini yang membuat saya bisa seperti sekarang ini, jadi tidak mungkin
saya tinggalkan,” tandasnya.(tr-01/kai/sam/jpnn)
Posting Komentar Blogger Facebook